GAGAL GINJAL AKUT

I.            Konsep Medis
A.      Pengertian
Gagal ginjal akut (GGA) adalah sindrom yang ditandai oleh penurunan laju filtrasi glomerulus secara mendadak dan cepat (hitungan jam-minggu) yang mengakibatkan terjadinya retensi produk sisa nitrogen seperti ureum dan kreatinin.
B.      Etiologi
Penyebab gagal ginjal akut dapat dibagi menjadi tiga kategori umum:
1.       Penyebab prerenal
Terjadinya hipoperfusi ginjal. Akibat kondisi yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ginjal dan menurunnya filtrasi glomerulus. Keadaan penipisan volume (hipovolemia seperti luka bakar dan perdarahan atau kehilangan cairan melalui saluran pencernaan), vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), gangguan fungsi jantung (infark miokardium, CHF, atau syok kardiogenik), dan terapi diuretik. Hal ini biasanya ditandai dengan penurunan turgor kulit, mukosa membran kering, penurunan berat badan, hipotensi, oliguri, atau anuria. 
2.       Penyebab intrarenal
Kerusakan aktual jaringan ginjal akibat trauma jaringan glomerulus atau tubulus ginjal. Keadaan yang berhubungan dengan iskemia intrarenal, toksin, proses imunologi, sistemik, dan vascular. Pemakaian obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) yang menybabkan iskemik ginjal. Cedera akibat benturan dan infeksi serta agen nefrotoksik menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN). Selain itu, reaksi tranfusi menyebabkan gagal intrarenal. Hal ini biasanya ditandai dengan demam, kemerahan pada kulit, dan edema.
3.       Penyebab postrenal
Terjadi akibat sumbatan atau gangguan aliran urine melalui saluran kemih (sumbatan bagian distal ginjal). Hal ini biasanya ditandai dengan adanya kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih dan perubahan aliran kemih.
C.      Patofisiologi
Suatu hipotesis tentang pathogenesis gagal ginjal akut adalah kerusakan tubulus yang menyebabkan tidak dapat menyeimbangkan sodium secara normal sehingga mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron. Kembalinya aliran darah ke renal akibat peningkatan tonus arteri afferent dan efferent, sehingga terjadi iskemia yang menyebabkan peniongkatan vasopressin, edema seluler, menghambat sintesis prostaglandin yang berakibat pada terstimulasinya sistem renin-angiotensin. Penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan penurunan tekanan glomerulus, rata-rata filtrasi glomerulus, arus tubular sehingga menimbulkan oliguri. Selain itu ada teori yang mengemukakan sampah sel dan protein di dalam tubulus menyumbat saluran tubulus sehingga terjadi peningkatan tekanan intra tubular. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan onkotik yang berlawanan dengan tekanan filtrasi hingga filtrasi glomerulus berhenti. Penurunan aliran darah ke renal menyebabkan berkurangnya peredaran oksigen ke tubulus proksimal. Hal ini menyebabkan penurunan ATP (adeno-sisn triposfat) sel yang menimbulkan peningkatan citosolik dan kalsium mitikondria. Akibat dari kondisi ini berupa kematian sel dan nekrosis tubular. Nefropati vasomotor menyebabkan terjadinya spasme kapiler peritubular yang berkibat pada kerusakan tubulus.
D.      Manifestasi klinik
1.       Pasien tampak sangat menderita dan letargi disertai mual persisten, muntah, dan diare.
2.       Kulit dan membrane mukosa kering dan nafas mungkin berbau urine.
3.       Manifestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
4.       Perubahan pengeluaran produksi urine
Haluaran urin sedikit, dapat mengandung darah, BJ sedikit rendah yaitu 1.010.
5.       Peningkatan yang tetap dalam BUN, dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, dan masukan protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
6.       Hiperkalemia
Klien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu mengekskresikan kalium. Katabolisme protein menghasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat (kadar serum K+ tinggi). Hiperkalemia menyebabkan distritmia dan henti jantung. Sumber kalium mencakup katabolisme jaringan normal; masukan diet; darah di saluran gastrointestinal; atau transfusi darah dan sumber-sumber lain (infuse intravena, penisilin kalium, dan pertukaran ekstraseluler sebagai respons terhadap adanya asidosis metabolik).
7.       Asidosis metabolik
Klien oliguri akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah. Sehingga, asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
8.       Abnormalitas Ca++dan PO4
Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi; serum kalsium mungkin menurun sebagai respons terhadap penurunan absorpsi kalsium di usus dan sebagai mekanisme kompensasi terhadap peningkatan kadar serum fosfat.
9.       Anemia
Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisis yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI. Adanya bentuk eritropoetin (Epogen) yang sekarang banyak tersedia, menyebabkan anemia tidak lagi menjadi masalah utama dibanding sebelumnya.
E.       Penatalaksanaan medik
Penatalaksanaan medik terhadap gagal ginjal akut tergantung pada proses penyakitnya. Tujuannya untuk memelihara keseimbangan kadar normal kimia dalam tubuh, mencegah komplikasi, memperbaiki jaringan ginjal dan mengembalikan fungsi ginjal sebisa mungkin.
1.       Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan; dan membantu penyembuhan luka.
2.       Penatalaksanaan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu, klien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [Kayexalate]), secara oral atau melalui retensi enema. Kayexalate bekerja dengan merubah ion kalium menjadi natrium di saluarn intestinal.
3.       Memelihara keseimbangan cairan
Penatalaksaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah,dan status klinis klien. Masukan dan haluaran oral dan parenteral dari urin, drainase lambung, feses, drainase luka, dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan. Cairan yang hilang melalui kulit dan paru sebagai akibat dari proses metabolisme normal juga dipertimbangkan dalam penatalaksanaan cairan. Gagal ginjal akut menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi yang berat akibat masukan yang tidak adekuat (dari mual dan muntah), gangguan pemakaian glukosa dan sintetis protein, serta peningkatan katabolisme jaringan. Klien ditimbang berat badannya setiap hari dapat diperkirakan turun 0,2-0,5 kg setiap hari, jika keseimbangan nitrogen negatif (masukan kalori yang diterima kurang dari kabutuhan). Jika klien tidak kehilangan berat badan atau mengalami hipertensi, maka diduga adanya retensi cairan.
4.       Memberikan diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet protein dibatasi sampai 1g/kg selama fase oligurik untuk menurunkan pemecahan protein dan mencegah akumulasi produk akhir toksik. Kebutuhan kalori dipenuhi dengan pemberian diet tinggi karbohidrat, karena karbohidrat memiliki efek terhadap protein yang luas. Makanan dan cairan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang,  jus buah,dan  kopi) dibatasi. Masukan kalium biasanya dibatasi sampai 2 g/hari.
5.       Mengoreksi asidosis dan peningkatan fosfat
Jika asidosis berat terjadi, gas darah arteri harus dipantau; tindakan ventilasi yang tepat harus dilakukan jika terjadi masalah pernapasan. Klien memerlukan terapi natrium karbonat atau dialisis. Peningkatan konsentrasi serum fosfat klien dapat dikendalikan dengan agens pengikat fosfat (aluminium hidroksida); agens ini membantu mencegah peningkatan serum fosfat dengan menurunkan absorpsi fosfat di saluran intestinal.
6.       Monitoring selama fase pemulihan
Fase oligurik gagal ginjal akut berlangsung dari 10-20 hari dan diikuti fase diuretik, dimana haluaran urin mulai menungkat, menunjukkan bahwa fungsi ginjal telah membaik. Evaluasi kimia darah dilakukan untuk menentukan jumlah natrium, kalium, dan cairan, yang diperlukan selama pengkajian terhadap hidrasi lebih dan hidrasi kurang. Setelah itu, klien diberikan diet tinggi protein, tinggi kalori dan didorong untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
II.            Konsep Keperawatan
A.      Pengkajian
Menurut Marilynn E. Doengoes, data dasar pengkajian pada pasien dengan GGA yaitu:
1.       Aktivitas/istirahat
Gejala: Keletihan, kelemahan, malaise.
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus.
2.       Sirkulasi
Tanda: Hipotensi atau Hipertensi (eklampsi), distritmia  jantung, nadi lemah/halus, hipovolemia, DVJ, nadi kuat (hipervolemia), edema jaringan umum, pucat, kecenderungan perdarahan.
3.       Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih biasanya: peningkatan frekuensi, poliuri (kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/oliguri, (fase akhir) disuria ragu-ragu, dorongan dan retensi, (inflamasi/obstruksi, infeksi),  dan abdomen kembung, diare atau konstipasi, riwayat HPB, batu/kalkuli.
Tanda: Perubahan warna urin. Contoh:  kuning pekat, merah, coklat, berawan, oliguria (biasanya 12-21 hari), poliuri (2-6 L/ hari).
4.       Makanan/Cairan
Gejala: Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan (dehidrasi) Mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati. Penggunaan diuretik.
Tanda: Perubahan turgor kulit/kelembaban dan edema (umum, bagian bawah).
5.       Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur, dan kram otot/kejang sindrom “kaki gelisah”.
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidak mampuan berkonsentrasi, hilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam basa), kejang, fasikulasi otot, dan aktivitas kejang.
6.       Nyeri/keamanan
Gejala: Nyeri tubuh, sakit kepala.
Tanda: Perilaku berhati-hati/istraksi, gelisah.
7.       Pernapasan
Gejala: Napas pendek.
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalamaman (pernapasan kussmaul), napas ammonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda (edema paru).
8.       Keamanan
Gejala: Adanya reaksi transfusi.
Tanda: Demam (sepsis, dehidrasi), petekie (area kulit ekimosis), dan pruritus (kulit kering).
B.      Diagnosa keperawatan
1.       Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mempengaruhi mekanisme regulatori (gagal ginjal) dengan retensi air.
2.       Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan kelebihan cairan (disfungsi/gagal ginjal,kelebihan pemberian cairan).
3.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan katabolisme protein, pembatasan diet untuk menurunkan produk sisa nitrogen.
4.       Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet, anemia.
5.       Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan depresi pertahanan imunologi (sekunder terhadap uremia).
6.       Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan (fase diuretik GGA, dengan peningkatan volume urine dan melambatnya pengembalian kemampuan absorpsi tubular).
C.      Rencana keperawatan
1.       Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mempengaruhi mekanisme regulatori (gagal ginjal) dengan retensi air.
Tujuan: Klien menunjukkan haluaran urin tepat dengan berat jenis/hasil laboratorium mendekati normal, berat badan stabil, tanda vital dalam batas normal, tak ada edema.
Intervensi:
a.       Awasi denyut jantung, TD, dan CVP.
R/ Takikardia dan hipertensi terjadi karena a) kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urin, b) pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/hipotensi atau perubahan fase oliguria gagal ginjal dan perubahan pada sisten renin-angiotensin.
b.      Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.
R/ Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.
c.       Kaji kulit, wajah area tergantung untuk edema. evaluasi derajat edema (pada skala +1 sampai +4).
R/ Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh contoh tangan, kaki, area lumbosakral. BB pasien dapat meningkat sampai 4,5 kg cairan sebelum edema pitting terdeteksi. Edema periorbital dapat menunjukkan tanda perpindahan cairan ini karena jaringan rapuh ini mudah terdistensi oleh akumulasi cairan walaupun minimal.
d.      Kaji tingkat kesadaran , selidiki perubahan mental, adanya gelisah.
R/ Dapat menunjukkan perpindahan cairan, akumulasi toksin asidosis, ketidakseimbangan elektrolit atau terjadinya hipoksia.
Kolaborasi
e.      Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: BUN, kreatinin, natrium dan kretinin urin, natrium serum, kalium serum, Hb/Ht, foto dada.
R/ Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi/gagal ginjal.
f.        Siapkan untuk dialisis sesuai indikasi.
R/ Dilakukan untuk memperbaiki kelebihan volume, ketidak seimbangan elektrolit, asam/basa dan untuk menghilangkan toksin.
2.       Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan kelebihan cairan (disfungsi/gagal ginjal, kelebihan pemberian cairan).
Tujuan: Mempertahankan curah jantung dibutuhkan oleh TD dan denyut jantung/irama dalam batas normal pasien, nadi perifer kuat, sama dengan waktu pengisian.
Intervensi:
a.       Observasi EKG atau telematri untuk perubahan irama.
R/ Perubahan pada fungsi eletromekanis dapat menjadi bukti pada respon terhadap berlanjutnya gagal ginjal/akumulasi toksin dan ketidakseimbangan elektrolit.
b.      Selidiki laporan kram otot kebas/kesemutan pada jari, dengan kejang otot, hiperlefleksia.
R/ Neuromuskular indikator hipokalemia, yang dapat juga mempengaruhi kontraktilitas dan fungsi jantung.
c.       Pertahankan tirah baring atau dorong istirahat adekuat
R/ Menurunkan konsumsi oksigen/kerja jantung.
Kolaborasi
d.      Awasi pemeriksaan laboratorium: kalium, kalsium, magnesium.
R/ Selama fase oliguria, hiperkalemia dapat terjadi tetapi menjadi hipokalemia pada fase diuretik atau perbaikan.
e.      Berikan/batasi cairan sesuai indikasi.
R/ Curah jantung tergantung pada volume sirkulasi (dipengaruhi oleh kelebihan dan kekurangan cairan) dan fungsi otot miokardial.
f.        Berikan tambahan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi.
R/ Memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardial untuk menurunkan kerja jantung dan hipoksia seluler.
3.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan katabolisme protein, pembatasan   diet untuk menurunkan produk sisa nitrogen.
Tujuan: Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu, bebas edema.
Intervensi:
a.       Kaji pemasukan diet.
R/ Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet.
b.      Berikan makan sedikit dan sering
R/ Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya peristaltik.
c.       Berikan pasien/orang terdekat dorong terlibat daftar makanan atau cairan yang diizinkan dan dorong pada pilihan menu.
R/ Memberikan pasien tindakan control dalam pembatasan diet. Makanan dari rumah dapat meningkatkan nafsu makan.
d.      Tawarkan perawatan mulut sering/cuci dengan larutan (25%) cairan asam asetat.
R/ Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, meminyaki, dan membantu menyegarkan rasa mulut yang sering tidak nyaman pada uremia dan membatasi pemasukan oral. pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan ammonia yang dibentuk oleh perubahan urea.
e.      Timbang berat badan tiap hari.
R/ Pasien puasa/katabolik akan secara noramal kehilangan 0,2-0,5 kg/hari. Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan.
Kolaborasi
f.        Batasi kalium, natrium, dan pemasukan fosfat sesuai indikasi.
R/ Pembatasan elektrolit ini diperlukan untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut, khususnya dialysis tidak menjadi bagian pengobatan, dan atau selama fase penyembuhan GGA.
4.       Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan diet, anemia.
Tujuan: Melaporkan perbaikan rasa berenergi dan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
Intervensi:
a.       Evaluasi laporan kelelahan, kesulitan meyelesaikna tugas. Perhatian kemempuan tidur/istirahat dengan tepat.
R/ Menentukan derajat (berlanjutnya/perbaikan) dari efek ketidakmampuan.
b.      Identifikasi faktor stres/psikologis yang dapat memperberat.
R/ Mungkin mempunyai efek akumulatif (sepanjang faktor psikologis) yang dapat diturunkan bila masalah dan takut diakui/diketahui.
c.       Rencanakan periode istirahat adekuat.
R/ Mencegah kelelahan berlebihan dan menyimpan energi untuk penyembuhan, regenerasi jaringan.
d.      Tingkatkan tingkat partisipasi sesuai toleransi pasien.
R/ Meningkatkan rasa membaik/meningkatkan kesehatan dan membatasi frustasi.
5.       Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan depresi pertahanan imunologi sekunder uremia, prosedur invasif dan kurangnya nutrisi seluler.
Tujuan: Tidak mengalami tanda atau gejala infeksi.
Intervensi:
a.       Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan staf.
R/ Menurunkan resiko kontaminasi silang.
b.      Hindari prosedur invasi dan manipulasi kateter tak menetap, kapan pun mungkin gunakan tekhnik aseptic atau memenipulasi IV area invasi. Ubah sisi/balutan protokol. Perhatikan edema drainase purulen.
R/ Membatasi introduksi bakteri kedalam tubuh. Deteksi dini/pengobatan terjadinya infeksi dapat mencegah sepsis.
c.       Berikan perawatan kateter rutin dan tingkatkan perawatan perianal.
R/ Menurunkan kolonisasi bakteri dan resiko ISK asenden.
d.      Dorong nafas dalam, batuk dan pengubahan posisi sering.
R/ Mencegah atelektasis dan memobilisasi secret untuk menurunkan infeksi paru.
e.      Kaji integritas kulit
R/ Ekskoriasi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder.
Kolaborasi
f.        Ambil spesiman untuk kultur dan sensitifitas dan berikan antibiotik tepat sesuai indikasi.
R/ Memastikan dan identifikasi organisme khusus membantu pemilihan pengobatan infeksi paling efektif.
6.       Resiko tinggi terhadap volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan (fase diuretik GGA, dengan peningkatan volume urine dan   melambatnya pengembalian kemampuan absorpsi tubular).
Tujuan: Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang, turgor kulit baik, membran mukosa lembab,  nadi perifer teraba, berat badan, dan vital stabil dan elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
a.       Berikan cairan yang diizinkan  selama periode 24 jam.
R/ Fase diuretik GGA dapat berlanjut pada fase oliguria bila pemasukan cairan tidak dipertahankan atau terjadi dehidrasi noktural.
b.      Perhatikan tanda/gejala dehidrasi contoh : membrane mukosa kering, sensori dangkal, haus, vasokonstriksi perifer.
R/ Pada fase diuretic gagal ginjal, haluaran dapat lebih dari 3 L per hari. Kekurangan volume cairan ekstraseluler menyebabkan haus menetap tidak hilang dengan minum air.
c.       Control suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur.
R/ Menurunkan diaphoresis yang memperberat kehilangan cairan.       
D.      Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.
E.       Evaluasi
1.       Klien menunjukkan haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil laboratorium mendekati normal, berat badan stabil, tanda vital dalam batas normal, tak ada edema.
2.       Mempertahankan curah jantung dibutuhkan oleh TD dan denyut jantung/irama dalam batas normal pasien, nadi perifer kuat, sama  dengan waktu pengisian.
3.       Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu, bebas edema.    
4.       Melaporkan perbaikan rasa berenergi dan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
5.       Tidak mengalami tanda atau gejala infeksi.
6.       Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang, turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, nadi perifer teraba, berat badan, dan vital stabil dan elektrolit dalam batas normal.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Nursalam & Fransisca B. Batticaca. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Rani, A. Aziz, dkk. 2006. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Suharyanto, Toto & Abdul Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.

This entry was posted in , , . Bookmark the permalink.

Leave a reply