Lupus, Penyakit Mematikan???

Lupus Eritematosus Sistemik
SLE merupakan prototip kelainan autoimun sistemik yang ditandai oleh sejumlah autoantibodi, khususnya antibodi antinukleus (ANA). Insiden SLE mendekati 1 dari 2500 orang dalam beberapa populasi yang umum; rasio perempuan:laki-laki adalah 9:1. ANA umumnya terdeteksi lewat imunofluorsensi tak langsung. Adanya antibodi anti-DNA benang-rangkap dan antibodi anti-Smith merupakan petunjuk kuat ke arah SLE.
Patogenesis
Pewarisan genetic kembar monozigot (> 20%) dan pengelompokan familial serta HLA clustering menunjukkan predisposisi genetik. Di samping itu, factor-faktor eksogen, seperti pemakaian obat-obatan, pajanan sinar ultraviolet dan penggunaan hormon estrogen juga ikut terlibat. Meskipun penyebabnya tidak diketahui, patogenesis SLE dianggap melibatkan beberapa defek dasar dalam pemeliharaan toleransi perifer sel-B terhadap diri sendiri. Keadaan ini dapat terjadi sekunder karena beberapa kombinasi:
  1. Defek yang diturunkan pada pengaturan proliferasi sel-B.
  2. Hiperaktivitas sel T-helper; defek primer pada sel T-helper CD₄₊ dapat menggerakkan sel-B spesifik antigen sendiri untuk menghasilkan autoantibodi.
Kerusakan jaringan terjadi lewat pembentukan kompleks imun (hipersensitivitas tipe III) atau lewat jejas yang dimediasi-antibodi pada sel darah (hipersensitivitas tipe II).
Morfologi
Secara tipikal, dalam semua jaringan terdapat respons hipersensitivitas tipe III dengan vaskulitis nekrotik akut dan endapan fibrinoid yang melibatkan pembuluh arteri kecil serta arteriol. Kulit dan otot merupakan organ yang paling sering terkena. Pada kasus yang kronik, pembuluh darahnya memperlihatkan penebalan fibrosis dan penyempitan lumen.
Ginjal. Ginjal pada dasarnya ikut terkena pada semua kasus SLE; mekanisme jejas yang utama adalah pengendapan kompleks imun. Ada lima corak nefritis lupus yang dikenali:
  1. Kelas I: normal lewat pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, elektron dan fluoresensi; jarang ditemukan (< 5%).
  2. Kelas II: glomerulonefritis lupus mesangial (GN); tipe ini ditemukan pada 10% hingga 25% pasien dengan disertai hematuria atau proteinuria yang minimal. Terjadi peningkatan ringan pada matriks dan sel mesangial dengan imunoglubulin mesangial yang granuler dan endapan komplemen.
  3. Kelas III: GN proliferatif fokal; pada 20% hingga 35% pasien. Tipe GN ini disertai hematuria rekuren, proteinuria sedang, dan terkadang insufisiensi ginjal yang ringan. Pembengkakan glomerulus yang fokal dan segmental dengan proliferasi endotel serta mesangium, infiltrasi neutrofil, dan terkadang dengan endapan fibrinoid serta thrombus kapiler.
  4. Kelas IV: GN proliferative difus; pada 35% hingga 60% pasien yang banyak di antaranya menunjukkan gejala yang nyata dengan hematuria mikroskopik hingga makroskopik, proteinuria (terkadang dalam batas-batas nefrotik), hipertensi dan penurunan laju filtrasi glumerulus. Sebagian besar glomerulus memperlihatkan prolifesi endotel, mesangium dan kadang-kadang epitel. Endapan kompleks imun secara tipikal subendotelial dan kalau terjadi secara luas akan terbentuk wire loops. Kerapkali juga terdapat perubahan tubulus dengan endapan imun yang berbentuk granuler di dalam membran basalis dan peribahan interstisial. Tipe ini merupakan bentuk lupus nefritis yang paling berat dan memiliki prognosis yang paling buruk.
  5. Kelas V: GN membranosa; pada 10% hingga 15% pasien. Tipe GN ini disertai proteinuria berat (sindrom nefrotik). Terjadi penebalan dinding kapiler yang difus serupa GN membranosa idiopatik dan ditandai oleh endapan kompleks imun subepitelial.
Kulit. Secara klasik, terdapat eritema malar yang meliputi daerah pangkal hidung (tuam kupu-kupu). Pada penyakit ini terjadi pula lesi kutaneus yang berkisar mulai eritema hingga bullae di bagian lain. Sinar matahari akan memperparah lesi pada kulit. Secara mikroskopik, terlihat degenerasi lapisan basal dengan endapan imunoglobulin dan komplemen pada tempat pertemuan dermis-epidermis. Lapisan dermis memperlihatkan fibrosis yang bervariasi.
Sendi. Pada persendian, SLE ditandai oleh sinovitis nenorosif nonspesifik. Terlihat deformitas sendi ringan yang berbeda dengan artritis rheumatoid.
Sistem Saraf Pusat. Menifestasi neuropsikiatrik mungkin terjadi sekunder karena jejas endotel dan oklusi (antibodi antifosfolipid) atau karena gangguan fungsi neuron sebagai akibat dari autoantibodi terhadap antigen membran sinaptik.
Sistem Kardiovaskuler. Kelainan utama yang mengenai sistem ini adalah perikarditis; miokarditis merupakan keadaan yang jauh lebih jarang terjadi.
Lien. Splenomegali sedang terjadi dengan penebalan kapsula linealis dan hiperplasia folikuler.
Paru-paru. Pleuritis terjadi dengan efusi pleura pada 50% pasien; pada keadaan ini juga terdapat pneumonitis interstisial dan alveolitis fibrosing yang difus-semua ini mungkin berkaitan dengan pengendapan kompleks imun.
Gambaran Klinis
Menifestasi klinis penyakit SLE berupa protean. Secara khas, SLE samar-samar muncul sebagai penyakit demam yang bersifat sistemik, kronik dan rekuren dengan gejala yang pada hakikatnya bisa mengenai setiap jaringan tubuh tetapi paling utama mengenai sendi, kulit, ginjal serta membrane serosa. Autoantibodi terhadap komponen hematologi dapat menimbulkan trombositopenia, leukopenia dan anemia. Perjalanan penyakit ini sangat bervariasi; terkadang, SLE bersifat fulminan dengan terjadinya kematian dalam waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan.
  1. Terkadang, SLE dapat menyebabkan gejala yang ringan (hematuria, ruam) dan mengalami remisi sekalipun tanpa terapi.
  2. Yang lebih sering terjadi, penyakit tersebut ditandai oleh kekambuhan dan remisi yang rekuren selama bertahun-tahun dan kemudian dikendalikan oleh terapi imunosupresi.
  3. Kelangsungan hidup sepuluh-tahun adalah ± 80%, kematian paling banyak disebabkan oleh gagal ginjal atau infeksi yang terjadi selama perjalanan penyakitnya.

This entry was posted in . Bookmark the permalink.

Leave a reply